Tanjungpinang, (digitalnews) – Diduga ada “Kongkalikong” dalam pelaksanaan lelang Pembangunan Saluran Utama-Sagulung Kota Batam dengan pagu kurang lebih Rp3,7 miliar di LPSE Provinsi Kepri oleh pelaksana lelang, perusahaan CV Tri Putra Sentosa (TPS) lakukan sanggah, Rabu (28/09/2022).
Sanggah itu tertuang dalam bukti Nomor : 004/Sanggahan-CV.TPS/2022 yang dikirim oleh Direktur PT TPS Des Iskandar ke WhatsApp awak media ini.
Dedes sapaan akrabnya kontraktor di Tanjungpinang itu mengatakan bahwa sanggahan yang dirinya ajukan itu dikarenakan perusahaan yang ia pimpin dikalahkan oleh panitia lelang.
“Kenapa perusahaan yang nomor urut 8 yang menang? Ini yang jadi pertanyaan kita selaku kontraktor yang penawarannya terendah dan lengkap,” ujarnya beberapa hari lalu.
Dedes menjelaskan, penawaran yang dirinya ajukan sesuai dengan harga barang atau bahan bangunan di toko bangunan.
Dan, ia juga menghitung secara rinci harga tersebut sekaligus upah kerja pekerja di lapangan.
“Kita sudah ikuti sesuai prosedur dan aturan yang diberikan panitia lelang,” terang Dedes.
Awalnya, kata Dedes, perusahaan yang masuk dalam kelengkapan administrasi lelang yakni perusahaan yang ia pimpin dan perusahaan yang nomor urut 8 yakni CV Dua Putra Gemilang Optima.
“Untuk itu saya meminta kepada Pokja agar dapat membatalkan pengumuman tersebut yang berpotensi korupsi,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut Dedes, jika yang menang tender di urutan nomor 2 atau 3 itu hal yang wajar dalam proses lelang proyek di pemerintah.
“Kita akan tunggu proses sanggah ini sampai waktu yang ditentukan oleh panitia lelang,” sebutnya.
Sementara, Pokja pelaksana lelang proyek Pembangunan Saluran Utama Sagulung Kota Batam Nanang menyebutkan, proses lelang itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Untuk terkait harga penawaran itu tidak menjadi patokan setelah dilakukan evaluasi harga,” ucapnya.
“Untuk sanggahan, sudah kita terima dan akan kita proses,” tambah Nanang.
Saat ditanya apakah masih berlaku peraturan bahwa kontraktor pelaksana hanya boleh mendapatkan keuntungan dari suatu proyek tidak lebih dari 15%, hal itu dibenarkan oleh Nanang.
“Itu benar. Semua itu tergantung metode kerja di lapangan. Dan, keuntungan itu juga tergantung kontruksinya,” pungkasnya. (*)
Penulis: Era