Tanjungpinang, (digitalnews) – Diduga korban dari “Mafia Tanah”, seorang warga Tanjungpinang Achmad Perdamean Sembiring akan lapor ke Polisi.
Kepada awak media, Sembiring mengaku menjadi korban tindak kejahatan mafia tanah.
Atas kerugian ini koban melalui kuasa hukumnya Agus Riawantoro SH akan melaporkan SW yang notabennya oknum RW wilayah setempat.
Sembiring melalui kuasa hukumnya Agus Riawantoro dan Andrizal menyampaikan pada tahun 2011 silam dirinya melakukan kerjasama menanamkan modal dengan Mulyani di usaha peternakan.
“Karena Mulyani tidak dapat menunaikan kewajibannya untuk mengembalikan modal, maka objek tanah yang menjadi perjanjian dengan luas 27.000m2 beralih hak ke Achmad Perdamean Sembiring,” ujar Agus, Senin (10/01/2022).
Kemudian klien kami, kata Agus, berniat mengurus proses pengoperan di Kelurahan Batu IX dan bertemu dengan SW.
Kemudian SW dan tim Keluarahan mengukur bidang tanah yang dimaksud. Namun dalam pengukuran tersebut, diduga dimanipulasi oleh SW yang mengakibatkan pihaknya mengalami kerugian.
“Karena setelah dapat hasil pengukuran, klien kami hanya dapat bidang tanah dengan luas 13.000m2,” ujarnya.
“Klien kami saat itu sempat protes kepada SW. Saat itu, kata SW hanya seluas tersebut yang didapat dan sebelah barat milik orang Jakarta,” tambah Agus.
Lanjut Agus, atas keterangan SW tersebut, kliennya saat itu tidak menaruh kecurigaan.
Namun, seiring dengan berjalan waktu, pada 2017, SW datang kembali kepada kliennya untuk meminta tanda tangan persetujuan sempadan atas beberapa surat yang diurus oleh SW.
Kemudian, kata Agus, saat itu Sembiring menemukan 1 berkas sporadik tanah atas nama Budi Santoso dengan posisi tanahnya tepat di sebelah barat tanah milik kliennya yang dulunya dikatakan SW milik orang Jakarta.
“Akan hal itu, tentu kliennya mencurigai perilaku SW tersebut,” terangnya.
Diketahui, lahan yang diklaim SW adalah milik orang Jakarta, merupakan bagian lahannya yang diperoleh dari Mulyani.
Ia menduga, lahan iti dimanipulasi dan tidak dimasukan SW ke dalam hasil ukur lahan miliknya.
“Merasa dirugikan, Sembiring yang merupakan klien kami menolak untuk bertanda tangan sebagai sempadan pada surat yang diurus SW,” ungkap Agus.
“Karena klien kami juga bertanya, kalau memang itu milik orang Jakarta kenapa ada orang baru mengklaim dan mengurus surat di lahan itu,” sambung Agus heran.
Sehingga, atas dugaan menjadi korban dari tindak kejahatan mafia tanah, pihaknya yang mewakili kliennya akan menempuh langkah hukum.
Pihaknya juga telah menyurati Kantor Lurah Batu IX dan Kecamatan Tanjungpinang Timur, namun hingga saat ini belum ada tanggapan.
Selain itu, lanjut Agus, dalam upaya membongkar dugaan mafia tanah di lokasi itu, pihaknya juga menyurati beberapa instansi terkait, yakni BPN untuk melakukan pemblokiran jika ada pengajuan surat atas lahan di lokasi tersebut.
“Karena, pada 2017 lalu tanpa ada kejelasan siapa pemilik tanah, secara tiba-tiba BPN juga menerbitkan sertifikat tanah di lokasi tersebut,” papar Agus.
“Atas sejumlah praktik ini, kami akan melaporkan SW atas dugaan mafia tanah,” pungkasnya. (**)
Penulis: Red