Tanjungpinang, (digitalnews) – Sidang perkara dugaan kasus Korupsi di BUMD Kota Tanjungpinang dengan terdakwa Dyah W Nugraheni terus bergulir.
Pada Rabu (26/10/2022) semalam, sidang itu kembali digelar dengan agenda penyampaian nota pembelaan (Pledoi) oleh kuasa hukum Bachtiar Batubara selaku PH Dyah.
Opung sapaan akrabnya PH Dyah membacakan, dalam perkara ini sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.
Adapun ringkasan Pledoi itu berbunyi, “Majelis Hakim yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum yang kami Hormati, terdakwa dan hadirin yang kami Hormati, sesungguhnya sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang ini, semata-mata adalah untuk menemukan kebenaran dan keadilan sesuai dengan norma-norma hukum yang berlaku dan norma hukum lainnya yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, sehingga kami selaku Penasehat
Hukum Terdakwa Dyah meyakini keputusan
hukum yang kelak akan diambil dan dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang Mulia
kepada terdakwa akan benar – benar mempertimbangkan nilai-nilai keadilan dan
kebenaran dengan megedepankan hak-hak terdakwa yang melekat dalam dirinya, sehingga putusan yang akan dijatuhkan tidak sedikitpun merampas rasa keadilan bagi diri terdakwa serta menghormati hak asasi Terdakwa sebagai manusia,” ucapnya.
Disamping itu, lanjut Opung, selaku Penasehat Hukum Terdakwa Dyah mengucapkan terimakasih dan penghormatan yang setinggi tingginya kepada Majelis Hakim yang Mulia, yang telah sabar dalam meneliti dan mencurahkan pikiran serta memberikan perhatian yang cukup intensif untuk menelaah, memeriksa serta mengadili perkara a quo, hingga akhirnya dapat memberikan putusan hukum yang seadil-adilnya kepada trdakwa melalui persidangan yang mulia ini.
Ia meminta kepada majelis hakim nantinya dalam memutus perkara a quo benar-benar bertindak adil dengan berpegang
pada asas peradilan dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Majelis Hakim yang kami Muliakan, Penuntut Umum yang terhormat, terdakwa dan hadirin yang kami hormati, selaku PH Dyah menyadari bahwasanya untuk mencari serta menemukan kebenaran hukum secara materil dalam suatu perkara pidana yang dihadapkan kepersidangan bukanlah pekerjaan yang mudah, namun demi keadilan yang hakiki, maka sudah sewajarnya apabila kami beserta Majelis Hakim serta Penuntut Umum, berusaha sebaik-baiknya agar hukum yang benar – benar adil dapat ditegakkan,” sebutnya.
“Bahwa dalam perkara a quo Terdakwa Dyah seandainya pun terbukti
bersalah, akan tetapi kesalahan yang dilakukan terdakwa tersebut bukanlah kesalahan semata untuk kepentingan pribadinya atau golongan tertentu melainkan kepentingan perusahaan.
“Dan, Terdakwa Dyah adalah seorang karyawan yang sudah di PHK dari PT Tanjungpinang Makmur Bersama (TMB), maka adilkah kita jika terdakwa dihukum seperti yang dituntut oleh Penuntut Umum,” sebutnya lagi.
“Bahwa kami juga berharap adanya keadilan yang lahir dari persidangan ini, di mana yang bersalah akan dihukum sesuai dengan kapasitas kesalahannya, yang tidak
bersalah tentunya harus segera dibebaskan, sebab tujuan ditegakkannya hukum semata-mata adalah untuk keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh masyarakat tanpa memandang suku, ras dan agama,” sambung Opung.
Menurut Opung, pengadilan adalah tempat terpenting bagi terdakwa Dyah untuk meyampaikan pembelaan atas dirinya dan memohon keadilan yang seadil-adilnya, hal mana adalah dambaan bagi setiap pencari keadilan demi tegaknya hukum.
Lanjut Opung, bahwa adapun tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Surat
Tuntutannya Reg. Perkara Nomor : PDS-02/TPI Ft.1/07/2022, Senin 19 Oktober 2022, telah menuntut Terdakwa Dyah sebagai berikut : 1. Menyatakan Terdakwa Dyah Widjiasih Nugraheni secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kr- 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana surat dakwaaan subsidiair Penuntut Umum dan membebaskan Terdakwa dari Dakwaan Primair.
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dyah dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dikurangi
selama terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa
tetap ditahan, dan Pidana Denda sebesar Rp50.000.000, subsidair 3 bulan kurungan.
“Bahwa atas dakwaan Penuntut Umum tersebut, Kami sependapat dengan Penuntut Umum terhadap dakwaan Primair yang didakwakan terhadap terdakwa tidak terbukti dilakukan oleh Terdakwa Dyah,” ujarnya.
“Bahwa oleh karena Penuntut Umum kemudian dalam dalam Surat Tuntutannya selanjutnya
menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan Subsidair Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kr-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Bahwa atas dakwaan subsidair yang dinyatakan oleh Penuntut Umum tersebut, Kami
Penasihat Hukum Terdakwa dengan melihat fakta-fakta hukum yang telah terungkap di persidangan berkesimpulan bahwa dakwaan subsidair juga tidak terbukti dengan dalil-dalil dan dasar hukum sebagai berikut : Bahwa adapun unsur-unsurnya Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kr-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana adalah sebagai berikut: 1. Setiap Orang; 2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada adanya karena jabatan atau kedudukan; 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
5. Yang melakukan, yang turut serta melakukan atau turut serta melakukan; 6. Dipandang sebagai perbuatan berlanjut,” sambung Opung.
Kemudian, bahwa berdasarkan fakta persidangan diperoleh fakta terdakwa tidak menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya. Bahwa adapun fakta hukum yang terungkap dalam persidangan adalah
sebagai berikut, terdakwa hanya mencairkan pinjaman atas persetujuan Direksi. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam persidangan, menyatakan, mekanisme peminjaman dalam PT Tanjungpinang Makmur
Bersama adalah dengan terlebih dahulu karyawan yang hendak meminjam meminta dan mengisi blanko pinjaman karyawan dari bendahara gaji di divisi HRD dan umum serta melampirkan syarat berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga,
dan Fotokopi identitas karyawan.
Selanjutnya apabila syarat tersebut telah dipenuhi
oleh karyawan yang mengajukan peminjaman lalu karyawan tersebut meminta persetujuan dari Kepala divisi HRD dan umum, kemudian setelah mendapatkan hal tersebut maka berkas tersebut diserahkan pada Direktur guna menentukan apakah pinjaman karyawan tersebut disetujui atau tidak.
Bahwa mekanisme peminjaman karyawan tersebut juga telah diakui oleh Penuntut Umum dalam surat Tuntutannya
pada bagian angka romawi VI. Fakta Hukum pada halaman 67 alinea terakhir.
Berdasarkan mekanisme peminjaman dalam perusahaan PT Tanjungpinang Makmur Bersama dapat diketahui terdakwa tidak memiliki kapasitas untuk menentukan memberikan pinjaman ataupun untuk menolak pemberian pinjaman yang diajukan oleh karyawan, melainkan terdakwa karena jabatannya hanya akan menmberikan/ mencairkan pinjaman karyawan setelah pinjaman yang diajukan oleh karyawan mendapat persetujuan dari Direktur.
“Dan, berdasarkan
Pasal 51 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa : ”Orang yang melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak boleh dipidana,” beber Opung.
Lanjutnya lagi, hal tersebut karena pencairan Pinjaman yang dilakukan oleh Terdakwa Dyah adalah atas persetujuan dari Diretur. Dan, berdasarkan Pasal 51 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa : “Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak boleh dipidana.
“Dan, terkait dengan penggunaan uang yang dilakukan oleh Terdakwa Dyah telah ditetapkan sebagai hutang dan atas setiap hutang dalam PT Tanjungpinang Makmur Bersama telah dilaporkan oleh Direktur kepada Pemegang Saham PT Tanjungpinang Makmur Bersama pada saat dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Tanjungpinang Makmur Bersama.
“Dimana hutang
piutang merupakan ranah hukum Perdata yang diatur dalam Pasal Pasal 1756
KUHPerdata, 1321 KUHPerdata, dan Pasal 1320 KUHPerdata. Dan berdasarkan Pasal
19 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menyatakan, tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban
dalam perjanjian utang piutang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Opung berharap kepada Majelis Hakim yang Mulia, yang pertama menerima Nota Pembelaan ( Pledoi ) PH Terdakwa Dyah untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan perbuatan Terdakwa Dyah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kr-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Dan Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kr-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
“Ketiga, .embebaskan Terdakwa dari seluruh dakwaan (Vriijspraak) (Pasal 191 ayat 1 KUHAP) atau setidak – tidaknya menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan Hukum (Onslaght van vervolging) (Pasal 191 ayat 2 KUHAP),” ujarnya.
“Keempat, membebaskan terdakwa dari Tahanan RUTAN setelah Putusan dibacakan. Dan, kelima, merehabilitasi nama baik terdakwa dalam harkat dan martabatnya,” pungkas Opung.
Sementara, atas sidang tersebut Mejelis Hakim memutuskan persidangan diskors pada 3 November 2022 dengan agenda jawaban pledoi. (*)
Penulis: Era